Jika perusahaan Anda sedang gencar-gencarnya mendorong inisiatif digitalisasi dan AI, itu adalah kabar baik. Tapi, jika kondisi internal—data, proses, aplikasi, dan infrastruktur IT—belum terstruktur dengan baik, maka Anda sedang membangun rumah megah di atas pasir.
Lalu, bagaimana cara menjembatani ambisi teknologi tinggi ini dengan realitas fondasi yang masih rapuh? Jawabannya ada pada dua kerangka berpikir kuat: Systems Thinking (ST) dan Design Thinking (DT).
Pilar 1: Memperbaiki Fondasi dengan Systems Thinking
Systems Thinking adalah kacamata yang melihat perusahaan Anda bukan sebagai kumpulan departemen yang terpisah, melainkan sebagai sebuah sistem yang saling terhubung. Jika data dari Marketing tidak sinkron dengan data Finance, itu adalah kegagalan sistem.
Kenapa ST Krusial di Fase Ini?
Mengidentifikasi Akar Masalah: ST memaksa kita melihat kenapa data kita buruk. Apakah karena proses input yang rumit? Atau karena software yang tidak terintegrasi? ST membantu kita mencari lever atau "titik ungkit" untuk perbaikan sistem, alih-alih hanya menambal gejalanya.
Mendukung Data Governance: AI adalah mesin yang bekerja dengan data. Jika data tidak punya aturan dan kualitas yang jelas (Data Governance), hasil AI akan menjadi "sampah yang canggih." ST membantu merancang alur data yang sehat dan terstruktur sejak awal.
Fase Kunci ST Sederhana:
Definisikan Batas: Apa saja elemen yang terlibat? (Data, SDM, Aplikasi).
Petakan Hubungan: Bagaimana elemen ini saling mempengaruhi (misal: keterlambatan approval Finance mempengaruhi kecepatan layanan Customer Service).
Temukan Titik Ungkit: Di mana kita harus berinvestasi untuk perubahan terbesar.
Pilar 2: Menciptakan Nilai Baru dengan Design Thinking
Setelah fondasi mulai membaik, Design Thinking (DT) berperan sebagai mesin inovasi. DT memastikan bahwa solusi digital dan AI yang kita bangun benar-benar memberikan nilai dan mudah digunakan oleh manusia—baik itu pelanggan maupun karyawan.
Kenapa DT Krusial di Fase Ini?
Berpusat pada Manusia: Digitalisasi proses yang buruk hanya akan memindahkan inefisiensi dari kertas ke layar. DT memaksa kita untuk berempati dengan pengguna (karyawan atau pelanggan) dan merancang proses yang lebih baik sebelum diotomatisasi oleh AI.
Eksperimen Cepat: DT menyukai prototype dan testing kecil. Daripada menghabiskan waktu setahun membangun aplikasi besar, DT mendorong kita membuat prototipe solusi AI sederhana (misalnya chatbot PoC) dalam hitungan minggu, mengujinya, dan memperbaikinya. Ini adalah cara tercepat untuk belajar dan mengurangi risiko kegagalan proyek besar.
Fase Kunci DT Sederhana:
Empati: Pahami betul masalah pengguna.
Definisi: Rumuskan masalah yang ingin dipecahkan.
Ideasi: Kumpulkan ide gila (termasuk ide AI).
Prototipe & Uji Coba: Buat model sederhana dan uji coba dengan pengguna nyata.
Jalan ke Depan: Fokus pada Keterampilan Ganda
Menghadapi tantangan ini, fokus perusahaan bukan hanya pada membeli software, tetapi pada meningkatkan kemampuan SDM.
Jika Anda Manajemen Level, fokuslah pada:
Systems Thinking & Strategi AI. Anda harus memimpin perubahan budaya dan memastikan investasi AI selaras dengan perbaikan fondasi data.
Jika Anda Staff Level, fokuslah pada:
Data Cleansing, Process Mapping, dan BI Analytics. Keterampilan praktis untuk memperbaiki fondasi data dan proses yang saat ini tidak terstruktur.
Dengan mengintegrasikan Systems Thinking untuk menstabilkan sistem dan Design Thinking untuk berinovasi pada pengalaman pengguna, perusahaan Anda tidak hanya akan mencapai digitalisasi dan AI, tetapi juga akan membangun bisnis yang jauh lebih tangguh, efisien, dan berpusat pada nilai.
Apakah Anda siap memastikan proyek AI Anda tidak sia-sia?
Jangan tunda perbaikan fondasi sambil menunggu teknologi. Segera tetapkan Kerangka Digital Skill Ganda di tim Anda—fokus pada Data Governance dan Process Mapping untuk Systems Thinking, serta Prototyping dan User Testing untuk Design Thinking.
Langkah pertama: Identifikasi 3 proses bisnis terburuk Anda dan terapkan Process Mapping minggu ini juga!

Tidak ada komentar